TARAKAN – Sejumlah pihak turut merespon putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXII/2024 atas uji materi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja terkait ketenagakerjaan.
Dalam putusan tersebut, MK mengabulkan sebagian gugatan serikat pekerja atas Undang-Undang tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Salah satu pihak yang merespon adalah DPD Federasi Serikat Pekerja (FSP) Kahutindo Provinsi Kaltara.
Ketua DPD FSP Kahutindo Provinsi Kaltara, Ahmad Samsudin Rifai menerangkan, ada beberapa poin yang menjadi permintaan serikat pekerja.
Menyikapi putusan itu, DPD FSP Kahutindo fokus pada poin pengupahan sebelum penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK).
“Ada beberapa klausul atau usulan yang dari serikat pekerja ini menjadi isu nasional. Dari putusan MK tersebut, salah satu poinnya bahwa penetapan UMP dan UMK harus memperhatikan kebutuhan hidup layak (KHL). Jadi tidak lagi menggunakan PP Nomor 51 yang hanya berpedoman pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi,” ucap Ahmad kepada awak media di Sekretariat DPD FSP Kahutindo Kota Tarakan, Rabu (6/11/2024).
Beberapa poin dari putusan MK pun diapresiasi pihaknya. Salah satunya, indeks Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Dalam indeks tersebut ada beberapa poin yaitu rekreasi, makanan, minuman, sandang dan jaminan hari tua.
Kendati demikian, pihaknya menyayangkan PP Nomor 51 yang membahas kenaikan sangat kecil dimana kisaran 2-4 persen. “Jadi dalam hal ini pasca putusan MK, kami DPD Kahutindo ada menyuarakan atau meminta ke pemerintah melakukan kebijakan pertama, penetapan upah minimum tahun 2025 tidak lagi menggunakan PP 51 tahun 2023,” tegas Ahmad.
Sementara, permintaan buruh peningkatan upah minimum sebesar Rp 8 sampai 10 persen. “Mengingat kenaikan upah beberapa tahun terakhir tidak ada kenaikan signifikan. Kami meminta kebijakan pemerintah untuk meningkatkan upah minimum sebesar 8-10 persen tahun 2025,” terangnya.
Selain itu, pihaknya meminta gubernur, menetapkan upah minimum sektoral provinsi paling lambat tanggal 10 Desember 2024. “Sudah harus ada penetapan upah minimum sectoral provinsi,” pungkasnya.
Penulis: Ade Prasetia
Editor: Yusva Alam