TARAKAN – BPJS Kesehatan Tarakan membeberkan alasan tidak melayani pasien kemoterapi di RSUD dr. H. Jusuf SK. Alasan itu berkaitan dengan tidak adanya dokter spesialis ontologi yang berkerja full time di RSUD milik Provinsi Kaltara tersebut.
Menanggapi hal itu, Plt Direktur RSUD dr.H Jusuf SK, Dokter Budi Aziz B menjelaskan, bahwa pihaknya masih kekurangan dokter spesialis ontologi.
Saat ini, RSUD hanya memiliki satu dokter spesialis yang harus membagi waktu, karena di saat bersamaan juga bekerja di salah satu rumah sakit yang berada di Jakarta. Kelangkaan dokter spesialis ontologi ini, kata dia, tidak hanya terjadi di Tarakan melainkan di hampir seluruh wilayah Indonesia.
“Ini yang sempat membingungkan kita, apalagi dokter ontologi kita adalah dokter PNS di Kaltara, tapi diminta untuk bekerja di Jakarta,” kata dia di Tarakan, Selasa (6/8/2024).
Pada tahun lalu, kata dia, RSUD dr. Jusuf SK telah mencoba menjalin kerja sama dengan BPJS, menyertakan satu dokter ontologi PNS dan satunya lagi merupakan honor.
“Ternyata syarat dari BPJS itu dokter harus full waktu. Karena kelangkaan profesi ini dokternya juga dibutuhkan di Jakarta, makanya kita bagi waktu. Kemudian yang satu masih honor karena masih kontrak. Jadi kerjanya dokter di rumah sakit Senin, Selasa dan Rabu,” ungkapnya.
Pihaknya pun telah menyampaikan hal ini kepada BPJS Balikpapan sekaligus memohon agar pelayanan kemoterapi tetap dibuka secara paruh waktu, yakni pada Senin hingga Rabu.
Menurutnya, kondisi Kaltara berbeda dengan Jawa, dimana untuk mendatangkan dokter spesialis memerlukan waktu panjang karena perjalanan harus dilalui melalui jalur udara.
“Tapi ternyata banyak pertimbangan dari BPJS dan keluar lah surat itu, bahwa untuk sementara pelayanan kemoterapi tidak bisa dilayani di RSUD dr. Jusuf SK,” katanya.
Disinggung terkait belum menyertakan surat secara tertulis kepada BPJS, dia mengaku ada beberapa prosedur yang harus dilewati.
“Kami sudah melapor ke Dinkes ke pak gubernur juga. Tanggapan pak gubernur sudah menelpon langsung kepada BPJS Tarakan, bahwa ini tidak bisa disamakan dengan di Jawa. Dimana satu jam bisa dilalui sehingga dokter mudah datang. Kalau kita kan beda, harus naik pesawat nginap lagi. Nanti kami juga akan menyusul suratnya,” imbuhnya.
“Jadi menurut kami ini, dengan keluarnya surat gubernur ke BPJS itu kan sudah berarti surat paling tinggi, karena atasan kami Dinkes dan pak gubernur,” sambungnya.
Menyikapi persoalan ini, langkah terdekat yang dilakukan pihaknya adalah menghubungi beberapa direktur rumah sakit di Samarinda dan Balikpapan, untuk meminjam dokter spesialis ontologi.
“Maksudnya berbagi hari, Senin Selasa Rabu dari dokter kami, Kamis Jumat Sabtu dari dokter di Samarinda atau Balikpapan. Direktur di sana juga sudah ketemu dan mereka menyambut baik,” katanya.
Dikatakannya, dokter spesialis langka karena untuk mendapat gelar tersebut membutuhkan proses panjang.
“Kan mereka ini bukan yang menangani dokter spesialis saja, tapi spesialis yang sekolah lagi jadi konsultan. Jadi sudah dokter umum, sekolah spesialis lagi lalu sekolah lagi jadi konsultan. Nah mereka ini lah yang menangani jantung dan kanker,” tutupnya
Penulis: Ade Prasetia
Editor: Yusva Alam