TARAKAN – Insiden ditolaknya layanan BPJS kesehatan pasien kemoterapi di RSUD dr. H Jusuf SK memunculkan berbagai tanggapan.
Salah satunya dari Ombudsman RI Provinsi Kaltara, lembaga yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik.
“Sangat disayangkan kalau hal ini tidak dilihat secara komprehensif, apalagi yang bersangkutan semisal sudah mendapatkan layanan kemoterapi sebelumnya, namun di tengah jalan kemudian harus dihentikan,” kata
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kaltara, Maria Ulfah, Selasa (6/8/2024).
Menurutnya, kesehatan merupakan pelayanan dasar yang semestinya harus diberikan secara maksimal.
Dari informasi yang diterimanya, BPJS tidak dapat menanggung hal tersebut dikarenakan dokter onkologi yang menangani tidak bekerja secara full time.
Kendati demikian, kata dia, menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, semestinya penyelenggara dapat bekerja sama dengan pihak lain dengan cara meminjam dokter spesialis di rumah sakit lainnya.
“Kalau memperhatikan upaya sebenarnya ada upaya dari pihak rumah sakit, karena dalam Undang-undang 25 Tahun 2009 hal tersebut diperbolehkan untuk menjalin kerja sama dengan instansi lain, atau penyelenggara lain dalam rangka memberikan layanan yang berkualitas. Dalam hal ini ada upaya rumah sakit untuk memberikan layanan yang konversif,” paparnya.
Sebagai rumah sakit yang mendapat predikat paripurna, semestinya RSUD dr. H. Jusuf SAk memilik tanggung jawab untuk memberikan layanan yang maksimal.
“Harusnya hal ini dapat dilihat secara bijaksana, harusnya layanan seperti ini tidak hilang. Kami belum mengetahui secara dalam mengapa sampai hal tersebut tidak disetujui oleh BPJS Tarakan, karena menurut kami kembali keamanan undang-undang bahwasanya kesehatan ini merupakan layanan dasar yang jelas diamanahkan oleh konstitusi maupun undang-undang 25 tahun 2009 tentang pelayan publik,” tutupnya.
Penulis: Ade Prasetia
Editor: Yusva Alam