TANJUNG REDEB – Mantan Ketua DPRD Berau periode 2019-2024, Madri Pani, menyoroti penyesuaian tarif yang dilakukan oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Batiwakkal Berau, yang dinilai sangat merugikan masyarakat.
Namun, kebijakan ini mendapat respon negatif dari masyarakat. Banyak warga Kabupaten Berau mengeluhkan kenaikan tarif yang dinilai mendadak dengan nominal signifikan. Tarif yang semula berkisar Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu kini melonjak hingga ratusan ribu bahkan jutaan rupiah, dengan kenaikan mencapai 100 hingga 300 persen.
Madri meminta agar kebijakan penyesuaian tarif dipertimbangkan secara matang melalui rapat bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Organisasi Perangkat Daerah (OPD), staf ahli, hingga bagian hukum untuk mengevaluasi kebijakan ini demi mendapatkan solusi terbaik tanpa merugikan masyarakat.
“Harus ada sosialisasi langsung kepada masyarakat terkait penyesuaian tarifnya,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa sosialisasi harus jelas, termasuk pembagian kelompok masyarakat yang menjadi sasaran penyesuaian tarif. Madri juga mengungkapkan bahwa Direktur Perumda Air Minum Batiwakkal Berau, Saipul Rahman, menyebut penyesuaian tarif tersebut telah disetujui dan ditandatangani oleh Bupati Berau pada 29 September 2024, tanpa persetujuan DPRD Berau.
“Artinya, itu ditandatangani pada saat masa cuti dan masa kampanye beliau. Seharusnya ini dianggap ilegal,” tegasnya.
Madri juga mengingatkan bahwa pada 2022, saat ia menjabat sebagai Ketua DPRD Berau, bersama Bupati Berau Sri Juniarsih selaku Kuasa Pemilik Modal (KPM) Perumda Air Minum Batiwakkal, telah sepakat untuk tidak melakukan penyesuaian tarif.
“Saya sangat tidak setuju pada saat itu karena PDAM ini bukan bisnis to bisnis. Tugasnya melayani dan memperjuangkan keadilan masyarakat,” ucapnya.
Ia meminta agar kebijakan ini ditinjau kembali dengan lebih bijaksana. “Ini tanggung jawab kita bersama untuk menyuarakan bahwa saat ini belum saatnya menaikkan tarif tersebut,” sebutnya.
“Jika masyarakat sudah berteriak soal kenaikan tarif, itu menandakan kenaikan ini sudah tidak wajar,” tambahnya.
Madri juga mempertanyakan estimasi pendapatan Perumda Air Minum Batiwakkal yang ditargetkan Rp 1,9 miliar, tetapi realisasinya hanya Rp 600 juta, padahal pembangunan jaringan di Kabupaten Berau semakin meluas.
“Logikanya, jika jaringan semakin luas, pendapatan daerah seharusnya bertambah,” tuturnya.
Ia juga mempertanyakan urgensi kenaikan tarif di tengah kondisi masyarakat yang sudah tertekan oleh inflasi tertinggi di Kaltim dan kenaikan tarif pelayanan kesehatan di RSUD dr Abdul Rivai sebesar 100 hingga 300 persen.
“Jangan hanya bersuara bahwa Kabupaten Berau memiliki anggaran besar, padahal anggaran pembangunan sarana dan prasarana untuk Perumda Air Minum Batiwakkal sangat minim,” katanya.
Ia menegaskan bahwa kritik ini murni untuk kepentingan masyarakat dan tidak bermuatan politik.”Itu uang rakyat, seharusnya kepentingan rakyat di atas segalanya,” tutupnya.
Pewarta: Aril
Editor: Agus S