TANJUNG REDEB – Wakil Ketua II DPRD Berau, Sumadi, mengimbau masyarakat serta elite politik di Berau untuk menahan diri terkait kenaikan tarif sebesar 300 persen yang diterapkan RSUD dr Abdul Rivai bagi pasien.
Menurutnya, kenaikan tarif tersebut sudah diatur dalam peraturan daerah (perda) dan seharusnya telah diketahui oleh berbagai pihak.
Sumadi menjelaskan bahwa perda tersebut sudah ditandatangani oleh bupati dan ketua DPRD Berau saat pengesahannya.
“Kenaikan tarif itu ada dalam perda, dan saat pengesahan perda itu sudah ada tanda tangan dari bupati dan ketua dewan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan, jika masih ada anggota DPRD dari periode sebelumnya yang tidak mengetahui tentang kenaikan tarif ini, kemungkinan saat pembahasan berlangsung mereka sedang bertugas di luar daerah atau tengah melaksanakan tugas lainnya.
“Karena itu, penting untuk membuka dokumen kenaikan tarif tersebut. Siapa saja yang menandatangani, dalam hal ini tentu bupati dan ketua dewan. Jadi, tidak perlu saling menyalahkan,” ujarnya.
Sebagai bentuk klarifikasi, Sumadi yang juga merupakan politikus dari PKS, mengaku telah berkoordinasi langsung dengan Direktur RSUD dr Abdul Rivai.
Komunikasi tersebut bertujuan untuk memastikan tentang kenaikan tarif yang ramai dibicarakan.
Menurut informasi yang ia peroleh dari pihak RSUD, kenaikan tarif itu hanya berlaku untuk pasien kelas VIP.
Artinya, pasien dari golongan menengah ke atas yang akan merasakan dampak kenaikan ini, sementara pasien di luar kategori tersebut tidak terkena dampaknya.
“Jadi, kenaikan tarif ini hanya diterapkan bagi pasien kelas VIP, bukan bagi pasien dari kalangan bawah,” jelas Sumadi.
Ia juga menambahkan bahwa kenaikan tarif ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan biaya operasional rumah sakit, yang sekarang berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Hal ini menunjukkan bahwa RSUD dr Abdul Rivai memerlukan pendanaan yang lebih besar untuk menunjang layanan yang diberikan.
Oleh karena itu, Sumadi mengingatkan masyarakat dan elite politik di Berau agar menahan diri dalam merespons isu kenaikan tarif ini.
Ia juga mendorong transparansi dengan meminta dokumen kenaikan tarif tersebut agar dapat dibuka dan dilihat secara langsung oleh pihak-pihak yang mempertanyakan.
“Buka saja dokumennya. Kita bisa melihat berapa persen kenaikan di tabelnya, sehingga tidak ada yang merasa disembunyikan. Lagipula, perda ini bukan keputusan sepihak,” tutup Sumadi. (adv/set)