TANJUNG REDEB – Kasus kekerasan sering terjadi saat pacaran. Akan tetapi, minimnya laporan dari korban menjadi hambatan dalam memproses pelaku.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Berau, Rabiatul Islamiah mengatakan, biasanya korban enggan melapor disebabkan berbagai alasan.
Ia menuturkan, faktor utama korban tidak melapor kekerasan tersebut karena merasa malu. Pihaknya pun tidak tutup mata mengenai fenomena itu.
“Kekerasan dalam pacaran atau dating violence adalah tindak kekerasan terhadap pasangan yang belum terikat pernikahan meliputi kekerasan fisik, emosional, ekonomi dan pembatasan aktivitas,” katanya, Kamis (5/1/2023).
Ia menambahkan, korban kekerasan dalam pacaran tersebut berisiko memiliki efek psikologis yang berat. Dirinya dapat mengalami depresi, stres, kecemasan serta sulit untuk berkonsentrasi.
“Bisa juga menunjukkan perilaku bunuh diri karena merasa dirinya rendah. Jika terus dibiarkan, dikhawatirkan kejadian ini berlanjut hingga pernikahan, dan akhirnya terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),” tuturnya.
Rabiatul membeberkan, pihaknya telah membuka Unit Pelayanan Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Fungsinya untuk menerima aduan dari korban kekerasan fisik serta kekerasan seksual.
“Korban kekerasan saya minta jangan takut untuk melapor, masyarakat sekitar juga bisa melaporkan kejadian tersebut. Kami akan bantu,” tegasnya.
Lanjut Rabiatul, keterbukaan masyarakat mengenai informasi kekerasan di Bumi Batiwakkal tergolong rendah. Padahal, sarana yang mempermudah masyarakat untuk melapor banyak tersedia, terlebih sosialisasi kepada Kepala Kampung hingga RT sudah dilakukan.
Diakuinya, korban biasanya malu atau takut untuk melapor. Karena, selalu diancam oleh pelaku. Ancamannya juga beragam. Mulai dari akan ditinggalkan, hingga ancaman jiwa. “Kondisi ini jika dibiarkan akan menjadi fenomena gunung es. Perlahan akan terus meninggi,” tuturnya.
Kendati demikian, untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, Rabiatul menyebut seluruh masyarakat berperan penting dan bertanggung jawab.
“Misal, kita melihat ada orang pacaran, kemudian terjadi perkelahian, bahkan sampai kepada kekerasan fisik. Langsung saja melapor,” pungkasnya. (dez)