Karena itu, kata politisi partai Golkar ini setiap kampung diharapkan dapat memiliki BUMK masing-masing.
Menurutnya, pembangunan di suatu kampung tidak bisa berjalan maksimal apabila hanya bergantung pada anggaran Dana Desa (ADD) dan Alokasi Dana Kampung (ADK).
Karena itu, lanjut Elita perlu didukung dengan pembentukan BUMK.
“BUMK ini harus ada. Ini sebagai tindak lanjut dari Raperda Perubahan atas Perda Berau Nomor 3 tahun 2020 tentang Pembangunan Perkebunan Berlanjutan untuk diubah menjadi Perda Berau tahun 2023,” ungkapnya.
Diakuinya, saat ini sudah ada kampung yang mulai membangun BUMK-nya, seperti Kampung Long Lanuk, Labanan Makarti dan Sukan.
Karena itu, kampung lain pun diharapkan dapat mencontohi kampung itu.Untuk masyarakat yang tinggal di sekitar perkebunan sawit, baginya, akan berkembang secara ekonomi apabila pemerintah kampung dapat menjadikan limbah sawit sebagai salah satu alternatif.
“BUMK dapat mengelola limbah perkebunan untuk datangkan keuntungan ekonomi. Karena itu, BUMK itu harus ada. Pemerintah kampung juga harus kreatif melihat sumber mana yang bisa dipakai sebagai produk BUMK itu,” tegasnya.
Secara regulasi, tambahnya, upaya pembentukan BUMK itu harus didukung oleh pemerintah daerah.
Salah satunya lewat pembentukan Perda, hal yang perlu dibuat pemerintah daerah yakni melakukan sosialisasi terkait Perda Berau Nomor 3 Tahun 2020. Khususnya, UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.
“Di mana segala izin usaha perkebunan, izin usaha budidaya, dan izin usaha pengelolaan semua dinamakan perizinan usaha ada di situ. Dan ini dapat menjadi landasan hukum perizinan BUMK itu,” tutupnya. (adv/set)