Home KALTARA DPRD Gelar RDP bersama Pemkot Tarakan Bahas Dugaan Prostitusi Anak

DPRD Gelar RDP bersama Pemkot Tarakan Bahas Dugaan Prostitusi Anak

0
DPRD saat melakukan RDP bersama Pemkot Tarakan membahas dugaan prostitusi anak. (Ade)

TARAKAN – Persoalan prostitusi pada anak tengah menjadi perhatian banyak pihak, salah satunya datang dari Komisi II DPRD Tarakan.

Jumat (20/12/2024) sore, Komisi II DPRD Tarakan akhirnya memanggil Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Tarakan, Dinas Pendidikan Tarakan dan Polres Tarakan untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas dugaan prostitusi anak di bawah umur. RDP dilakukan sebagai upaya untuk merumuskan solusi atas persoalan tersebut.

Hasilnya, DPRD Tarakan akan lebih memperketat penggunaan smartphone bagi anak sekolah. “Kami akan meminta Diskominfo (Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian) Kota Tarakan mengunci konten yang tidak bermanfaat bagi siswa SD hingga SMA. Bahkan pemblokiran aplikasi yang berpotensi melanggar asusila,” ujar Ketua Komisi II DPRD Tarakan, Simon Patino.

DPRD bersama DP3AP2KB Tarakan juga akan mengedukasi tentang cara membimbing, mengasuh dan mendidik anak kepada orangtua di sekolah. Selain itu, memberikan ilmu tentang perilaku orang dewasa dan anak-anak.

Pihaknya mengingatkan kepada pemilik hotel, agar selektif dalam menerima pengunjung dan menolak tamu yang masih di bawah umur jika akan memesan kamar. Peran Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) Kota Tarakan juga akan digencarkan di sekolah-sekolah.

“Nanti PPKSP dibantu dengan TPPK (Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan) memberikan sosialisasi pada siswa, konseling dan melakukan tatap muka dengan orangtua. Kami juga ingin mengaktifkan jam belajar yang sudah dimuat di Perda Pendidikan Nomor 2 Tahun 2019 bahwa siswa harus belajar di jam 19.30 Wita sampai 22.00 Wita dan akan diawasi oleh Satpol PP,” jelasnya.

Jika kedapatan siswa melanggar Perda tersebut, biasanya ada sanksi berupa pembinaan dan pemanggilan orangtua. Ia pun berharap kedepannya yang melakukan pelecehan seksual kepada anak di bawah umur harus ditindak.

“Jadi kendalanya bahwa orangtua korban tidak ingin identitasnya disebarkan. Ini dilema. Kami akan bahas disesi berikutnya,” ucapnya.

Diberitakan sebelumnya, dugaan kasus Open Booking Online (BO) yang melibatkan anak Sekolah Dasar (SD) terbongkar setelah DP3AP2KB mendapat laporan dari salah satu sekolah.Terbongkarnya kasus ini berawal dari cerita teman-teman sekolahnya kepada pihak sekolah, bahwa anak tersebut menjajakan dirinya melalui open BO. Setelah dipanggil dan dikonfirmasi, dirinya mengakui melakukan hal tersebut.

Penulis: Ade Prasetia
Editor: Yusva Alam

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version