TANJUNG SELOR – Hari Ulang Tahun (HUT) kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang ke-79, tahun 2024 bakal berlangsung di Ibu Kota Nusantara (IKN) Kalimantan Timur (Kaltim).
Soal rencana pemerintah tersebut, menuai tanggapan beragam dari elemen masyarakat. Tidak terkecuali oleh organisasi Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Bulungan.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) GMNI Bulungan, Sarah Amelia menuturkan HUT kemerdekaan RI tahun ini sedikit berbeda dibandingkan sebelumnya, karena lokasi pelaksanaannya yang berbeda.
Pada prinsipnya dari GMNI Bulungan mendukung terhadap rencana tersebut. Karena biar bagaimanapun tentu telah dipersiapkan dengan matang oleh pemerintah daerah segala sesuatunya. Apalagi, kata dia rencana pemindahan Ibu Kota negara ke Kalimantan merupakan nawacita yang sudah diraancang sejak lama oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno.
GMNI sebagai organisasi yang menjunjung tinggi nilai ideologis Bung Karno mendukung atas implementasi yang telah berjalan sampai dengan hari ini.
“Harapannya, pada pelaksanaan HUT ke-79 tahun NKRI, negara bisa hadir menjawab polemik yang masih terjadi hari ini,” ucap Sarah Amelia, kepada wartawan, Jumat (9/8/2024).
Kata dia, ada persoalan besar yang belum diselesaikan secara tuntas oleh negara hingga detik ini. Seperti soal kasus korupsi, kolusi dan nepotisme yang masih menakutkan. Belum lagi ancaman pengangguran, kemiskinan dan persoalan kasus Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu.
“Upacara 17 Agustus, merupakan rangkaian momentum sejarah, bahwa kita sudah lepas tuntas dari cengkraman bangsa penjajah. Sehingga, melahirkan sebuah legitimasi hukum pengakuan negara atas negara lain,” tukasnya.
“Secara de jure, negara ini sudah merdeka dibuktikan dengan pengakuan oleh sejumlah negara lain di dunia. Namun, secara de facto, sesungguhnya Indonesia belum merdeka seutuhnya,’” tegas Sarah sapaan akrabnya.
Kenapa demikian, sambungnya karena masih banyak masalah besar yang dkhadapi hari ini. Dan belum ada solusi kongkrit yang bisa menjawab, bahwa negara Indonesia sudah merdeka. “Hari ini, kita belum merdeka secara ekonomi, Politik, Sosial dan budaya,” jelasnya lagi.
Secara ekonomi, masih banyak warga negara Indonesia yang belum sejahtera, itu dibuktikan dengan pendapatan harian yang tidak akan menopang kenaikan status sosial mereka, malah yang terjadi adanya degradasi dan ketimpangan sosial, dari status miskin menjadi miskin ekstrim.
Secara politik, masih adanya intervensi kepentingan politik bangsa atas bangsa. Sehingga acapkali kebijakan yang dikeluarkan tidak pro kepada kaum miskin, lemah dan tertindas. Kemudian kelemahan regulasi, penegakkan hukum yang tidak berkeadilan, belum lagi dengan kata penitipan pasal dalam UU, hal ini menguatkan persepsi ketidakadilan dari penegakkan hukum di negara ini.
Secara budaya, ketergantungan terhadap budaya luar masih menjadi momok yang menakutkan dan perlu upaya pencegahan oleh para pemangku kebijakan di negeri ini.
Masih ditemukan para pejabat hedonisme dengan membanggakan karya negara lain, dengan memamerkan produk koleksinya dengan nilai yang fantastis, hal ini tentunya tidak mencerminkan bahwa kita sebagai negara yang berbudaya.
“Idealnya, jika kita negara yang berbudaya mestinya para pejabat ulung, bangga dan cintai produk lokal. Kalau bisa, mereka menjadi market pasaran hingga ke manca negara. Sehingga, produk lokal tidak kalah saing dengan produk lainnya di dunia,” bebernya.
Secara sosial kemasyarakatan, harapannya dengan dibangunnya IKN di Kalimantan dapat mewujudkan pemerataan pembangunan, mewujudkan keadailan sosial bagi masyarakat Indonesia sebagaimana amanat konstitusi.
“Kemudian paling penting lagi, NKRI di usianya yang ke-79 tahun, kehadiran negara harus mampu menyelesaikan masalah kaum miskin yang lemah, tertindas dan melarat,” tutupnya. (tin/and)
Reporter: Martinus
Editor: Andhika