spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Aksi Damai GMNI Bulungan, Dorong DPRD Kaltara Suarakan Percepatan Pengesahan UU PPRT

TANJUNG SELOR – DPC GMNI Bulungan melakukan aksi damai di Tugu Cinta Damai, Tanjung Selor. Dilanjutkan dengan audiensi bersama sejumlah anggota DPRD Kaltara, Selasa (17/9/2024).

Mereka menyuarakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Isi tuntutan yang disampaikan mendesak DPR RI untuk segera mengesahkan RUU PPRT yang sudah menanti selama 20 tahun di DPR RI.

Ketua DPC GMNI Bulungan, Sarah Amelia menyampaikan, Pekerja Rumah Tangga merupakan orang yang bekerja untuk melakukan pekerjaan kerumahtanggaan. RUU PPRT merupakan suatu kebutuhan yang mendesak dalam perlindungan pekerja dan warga negara Republik Indonesia, yang diperkirakan berjumlah 4 juta jiwa.

“Secara kuantitas jumlah PRT terbilang cukup tinggi di dunia jika dibandingkan oleh beberapa negara di Asia,” kata Sarah Amelia.

PRT di India, terdapat 3,8 juta jiwa, Filipina sebanyak 2,6 juta jiwa. Presentase PRT mayoritas merupakan perempuan sebanyak 84 persen dan anak sebanyak 14 persen yang rentan terhadap pelecehan, human trafficking, kekerasan, diskriminasi bahkan pembunuhan.

Berdasarkan data JALA PRT, pada 2018-2023 terdapat sejumlah 2.641 kasus kekerasan pada Pekerja Rumah Tangga. Mayoritas kasus berupa kekerasan psikis, fisik, dan ekonomi dalam situasi kerja.

Sejumlah PRT mengalami upah tidak dibayar (2-11 bulan gaji), dipecat, atau dipotong upah oleh majikan ketika sakit dan tidak dapat bekerja. Dalam penegakan hukum kasus kekerasan terhadap PRT, hanya sekitar 15 persen pelaku yang mendapatkan hukuman sesuai dengan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), selebihnya pelaku mendapatkan hukuman ringan atau bebas.

Hal ini, menunjukkan urgensi dalam pengesahan RUU PPRT. Disampaikan RUU PPRT ini sudah diajukan sejak tahun 2004 dan telah menerima berbagai dorongan dari berbagai elemen masyarakat sipil agar segera disahkan.

Hal ini dikarenakan, setidaknya 10-11 PRT setiap hari mengalami kekerasan, dikutip data dari Komnas Perempuan. Tidak hanya itu, selama RUU PPRT belum disahkan maka perbudakan modern akan selalu hadir di sekitar PRT yang menunggu payung hukum perlindungan.

Selama 20 Tahun RUU PPRT hanya sebatas masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di setiap periode terbaru DPR. Namun tidak pernah sampai pada Rapat Paripurna.

Pasalnya pada tahun 2023, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, bahwa RUU PPRT akan diagendakan dalam rapat pimpinan dan badan musyawarah.

Namun sejak saat itu, draft RUU PPRT sudah mendekam di meja Ketua DPR RI Puan Maharani hingga saat ini menunggu untuk di ketok palu. Maka dari itu, berbagai koalisi sipil untuk RUU PPRT mengadakan aksi serentak secara nasional diberbagai wilayah di Indonesia pada tanggal 17 September 2024.

“Salah satunya kita lakukan di Bulungan, oleh DPC GMNI Bulungan,” kata Sarah.

Disampaikan juga, aksi ini merupakan implementasi lapangan daripada agenda Nobar dan Diskusi Publik bertema, “Mengejar Mbak Puan“ dari Konde.co yang bekerja sama dengan One Voice Bulungan dan Hangout Community Bulungan sebagai bentuk kampanye kepada masyarakat Bulungan terkait RUU PPRT.(*)

Penulis: Martinus
Editor: Yusva Alam

BERITA POPULER