spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Prof Yahya Respon Positif Putusan MK Soal Persyaratan Pencalonan Pilkada, Ini Alasannya

TARAKAN – Putusan Mahkamah Konstitusi atau MK yang mengubah ambang batas persyaratan pencalonan di pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 menuai respon positif dari berbagai kalangan.

Salah satunya datang dari Pakar Hukum Tata Negara Universitas Borneo Tarakan (UBT), Prof Yahya Ahmad Zein.

Putusan Mahkamah dinilainya sebagai langkah revolusioner. Selain itu, berdampak baik bagi demokrasi lantaran melonggarkan aturan syarat pencalonan yang sebelumnya dinilai sulit untuk mengumpulkan dukungan maju sebagai calon kepala daerah.

“Ini salah satu putusan yang cukup revolusioner, karena kalau kita lihat dalam pokok permohonannya memang dikabulkan sebagian. Jadi di putusan perkara nomor 60 ini pada prinsipnya memang dikabulkan sebagian, cuma melakukan perubahan terhadap 40 ayat 1 Undang-undang Pilkada,” kata Prof Yahya, Kamis (22/8/2024).

Dijelaskannya, sebelum dilakukan perubahan oleh MK, ketentuan pengusungan di Pasal 40 ayat 1 mensyaratkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan paslon, jika telah memenuhi perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD.

Dalam putusan MK kali ini, kata dia, terjadi perubahan salah satu poin misalnya, provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) sampai dengan 2 juta jiwa, maka partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut.

“Jadi ini DPT yang jadi parameter, ini yang saya kira menarik. Perubahan persentasi ini tentu saja akan membawa pengaruh dalam hal partai politik mencalonkan paslon kepala daerah,” paparnya.

Yahya melanjutkan, usai putusan ini dibacakan, semua pihak mesti menunggu aturan turunan berupa peraturan KPU (PKPU) yang menyesuaikan peraturan MK ini. Sehingga, semua pihak bisa melihat secara teknis perubahan syarat pencalonan ini akan diimplementasikan di dalam PKPU.

Dia menegaskan putusan ini membawa angin segar bagi demokrasi di Indonesia, sebab memberi kesempatan lebih luas bagi para kandidat untuk bertarung pada kontestasi Pilkada 2024.

Yahya mengatakan, jika putusan ini bersifat progresif, artinya MK melihat bagaimana perkembangan di daerah terkait sulitnya aturan untuk maju pemilihan gubernur atau wali kota dan bupati.

“MK melihat bahwa saat ini banyak dirisaukan susahnya untuk bisa mencalonkan kepala daerah ini, karena persentase di uu pilkada kita yang awalnya memang cukup tinggi itu 20 persen dan 25 persen, sehingga dengan menurunkan persentase ini dengan beberapa persyaratan yang disandingkan dengan jumlah DPT saya kira itu kita kasih apresiasi, bagaimana MK menjawab beberapa keresahan yang ada di masyarakat khususnya menyangkut sulitnya pencalonan kepala daerah,” pungkasnya.

Untuk diketahui, putusan MK yang dibacakan pada Selasa siang, (20/8/ 2024, MK mengubah ambang batas untuk syarat pencalonan kepala daerah. Adapun gugatan ini diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora. Gugatan diajukan karena pasal 40 UU Pilkada itu dinilai diskriminatif bagi partai yang tak mendapat kursi di DPRD.

Dengan putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK mengubah syarat pengusungan pasangan calon Pilkada Serentak 2024. Salah satu isinya, parpol di provinsi dengan penduduk 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, bisa mengusung calon jika memperoleh suara 7,5 persen. Aturan ini disamakan dengan calon perseorangan.

Penulis: Ade Prasetia
Editor: Yusva Alam

BERITA POPULER