BERAU – Proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tanjung Redeb, Kalimantan Timur, yang berlokasi di Jalan Sultan Agung, telah rampung 100 persen pada tahap pertamanya. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Berau, Fendra Firmawan, Kamis (12/5/2025).
Fendra memastikan, seluruh pekerjaan infrastruktur telah diselesaikan tanpa kendala dan saat ini hanya menunggu proses serah terima kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau.
“Pekerjaan infrastruktur sudah 100 persen. Sekarang tinggal menunggu serah terima secara resmi. Tidak ada masalah dalam pengerjaan infrastruktur,” ujarnya.
Pembangunan tahap pertama mencakup gedung utama rumah sakit, meliputi ruang rawat inap, ruang operasi, dan sejumlah fasilitas penunjang lainnya sesuai standar pelayanan rumah sakit. Proyek yang dimulai sejak 2023 ini menelan anggaran sekitar Rp 248 miliar.
Fendra menegaskan bahwa tugas DPUPR hanya sampai pada pembangunan infrastruktur. Pengadaan alat kesehatan dan penyiapan sumber daya manusia menjadi tanggung jawab Dinkes Berau.
Terkait kelanjutan tahap kedua dan ketiga, ia belum bisa memberikan rincian, sebab rencana detailnya berada di bawah kewenangan Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan (Bapelitbang) Berau.
“Yang kami dengar, tahap kedua kemungkinan gedung rawat inap tambahan, dan tahap ketiga bisa berupa rumah dokter. Tapi kami belum lihat master plan resminya,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Berau, Lamlay Sarie, menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu proses serah terima resmi melalui mekanisme Provisional Hand Over (PHO) sebelum memulai pengadaan alat kesehatan (alkes) dan persiapan operasional lainnya.
“Pengusulan alkes akan kami ajukan dalam APBD Perubahan 2025. Prioritas kami tentu pada Instalasi Gawat Darurat (IGD), karena sifatnya paling mendesak,” kata Lamlay.
Ia menambahkan, persiapan sumber daya manusia (SDM) untuk rumah sakit baru masih dalam tahap perumusan. Salah satu kendalanya adalah regulasi yang mengatur bahwa SDM dari rumah sakit lama hanya bisa dipindahkan jika RS tersebut dinonaktifkan terlebih dahulu—hal yang tidak memungkinkan mengingat RSUD dr Abdul Rivai masih dibutuhkan untuk layanan kesehatan masyarakat.
“Kalau RSUD dr Abdul Rivai ditutup, maka pelayanan kesehatan akan terhenti. Itu tentu tidak bisa dilakukan. Jadi ini yang sedang kami pikirkan,” jelasnya.
Selain itu, proses perizinan operasional rumah sakit juga diperkirakan akan memakan waktu hingga satu tahun, karena harus melalui koordinasi dengan BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian Kesehatan.
“Izin operasional kemungkinan baru bisa diajukan tahun depan,” ungkap Lamlay.
Meskipun RSUD baru ini ditargetkan menjadi rumah sakit tipe B, Lamlay menyebut kemungkinan operasional awal akan dimulai dari tipe D atau C, bergantung pada kesiapan layanan, jumlah tempat tidur, dan sistem penunjang seperti rekam medis elektronik.
“Penilaian rumah sakit itu kompleks. Tapi kalau tata kelola berjalan baik, dalam satu tahun bisa saja naik kelas,” pungkasnya. (ril/dez)
Reporter: Aril Syahrulsyah
Editor: Dezwan