spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Permasalahan Lahan Warga Biatan Hilir dan Yayasan Al I’tisham, Pemerintah Upayakan Titik Terang

BERAU – Permasalahan lahan antara warga Kampung Biatan Hilir dengan Yayasan Al-I’tisham mulai menemui titik terang. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau telah mempertemukan kedua belah pihak guna membahas lebih lanjut permasalahan tersebut.

Rapat tersebut digelar di Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) Berau, pada Kamis (13/3/2025) dan dipimpin langsung oleh Asisten I Pemkab Berau, Hendratno.

Saat dikonfirmasi, Hendratno menyampaikan bahwa kasus ini sebenarnya bukan sengketa lahan, melainkan permasalahan dalam proses administrasi tanah. Meskipun Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) sudah ada sebelumnya, namun dasar pembuatannya masih belum terpenuhi.

“Sebenarnya ini bukan sengketa, tetapi proses penyuratan tanah yang bermasalah. Jadi itu SKPT, tetapi landasan pembuatannya belum terpenuhi,” ujarnya.

Dirinya pun menekankan bahwa penyelesaian kasus ini membutuhkan penelitian lebih lanjut terhadap status lahan.

“Untungnya, ada pertemuan antara yayasan, warga, dan pemerintah, sehingga bisa dicari solusi terbaik,” jelasnya.

“Yang terpenting sekarang adalah menyelaraskan kepentingan yayasan dan warga. Pemerintah akan membantu memberikan arahan terkait mekanisme yang benar,” jelasnya.

“Mungkin penelitian ini belum dilaksanakan dan landasan untuk membuatnya belum terpenuhi. Tapi insyaallah ketemu jalan keluarnya,” sambungnya.

Sementara itu, Kepala Kampung Biatan Hilir, Abdul Hafid, menegaskan bahwa permasalahan utama bukan terletak pada yayasannya, melainkan pada pengurus yang dinilai kurang tepat dalam pengelolaan klaim lahan.

“Jadi waktu itu ada rapat tentang penolakan dari masyarakat Biatan Hilir, sebab yayasan itu mengklaim dirinya sebagai ahli waris, ini yang sebenarnya membuat bingung masyarakat, apakah sebenarnya yayasan itu punya ahli waris atau seperti apa,” jelasnya.

Selain itu, ia mengatakan bahwa yayasan tersebut juga mengklaim lahan seluas 400 hektar dengan dasar rekomendasi dari kepala kampung terdahulu.

“Mungkin maksud kepala kampung terdahulu untuk kesejahteraan masyarakat tetapi seperti disalahgunakan,” bebernya.

“Kemudian yang ketiga, sebelum terbitnya surat rekomendasi dari kepala kampung terdahulu, masyarakat sudah duluan membuka lahan tersebut,” sambungnya.

Ia mengaku telah beberapa kali melakukan mediasi agar permasalahan ini bisa diselesaikan secara adil. Namun, dikarenakan tidak menemukan titik terang, permasalahan ini akhirnya sampai ke pemerintah daerah.

Ia pun mengaku bahwa terdapat beberapa pengajuan SKPT yang meminta dirinya untuk membutakan rekomendasi ke kecamatan, namun dirinya tidak menandatangani pengajuan tersebut dikarenakan adanya ketidaksesuaian dengan peraturan dari Dinas Pertanahan pada 2019 lalu.

“Aturan menyebutkan bahwa lahan yang diklaim harus dipelihara atau dikerjakan, tetapi faktanya lahan ini tidak pernah dikelola sehingga terjadi tumpang tindih kepemilikan,” pungkasnya. (srn/dez)

Reporter: Sahruddin
Editor: Dezwan

BERITA POPULER