spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Kakam Pilanjau Ditahan karena Korupsi, Selewengkan Rp 765 Juta Hasil Penjualan Air

TANJUNG REDEB– Penyidik Reskrim Polres Berau menahan Kepala Kampung (Kakam) nonaktif Pilanjau berinisial BM, karena diduga melakukan korupsi. Tersangka berumur 56 tahun itu, diduga menyalahgunakan uang hasil penjualan air milik kampung, sejak tahun 2017 hingga 2021.

Kapolres Berau, AKBP Sindhu Brahmarya mengatakan, kasus ini terkuak menyusul masuknya  laporan masyarakat. Menindaklanjuti laporan itu, pada Senin (21/11/2022) dilaksanakan audit perhitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalimantan Timur.

“Hasilnya ditemukan kerugian negara sebesar Rp 765.860.000. Angka tersebut sesuai dengan laporan hasil audit perhitungan keuangan negara, atas dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan aset desa pada Kepala Kampung Pilanjau,” katanya, dalam keterangan resmi, Senin (26/12/2022).

Sindhu menerangkan, sekitar tahun 2016  pengelolaan aset desa berupa mata air di Gunung Padai, telah terdaftar di inventaris desa dengan nomor kode barang 2.01.0505, di mana asal usulnya dari kekayaan asli desa yang dikelola Kampung Pilanjau.

Diketahui, sejak Juli 2017 hingga 2018, dikenakan pungutan sebesar Rp 10.000 per liter. Lalu pada 2019 naik menjadi Rp 25.000 per liter yang nota pembelian dan tagihan pembayaran air menggunakan kop Kampung Pilanjau.

“Kemudian uang hasil penjualan mata air tersebut tidak disetor ke rekening kas kampung, melainkan ke rekening pribadi. Sehingga hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 2016,” jelasnya.

Sebelum menetapkan BM sebagai tersangka, lanjut Sindhu, pihaknya telah memeriksa 17 saksi dan 5 saksi ahli. Selain itu disita barang bukti berupa 38 dokumen. “Salah satu barang bukti adalah rekening koran tersangka dan sejumlah invoice,” ujarnya.

Sindhu menjelaskan, atas perbuatannya itu, BM dijerat Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Ancaman penjara paling lama seumur hidup, dan paling singkat dua tahun hingga empat tahun, dan ancaman denda sebesar Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar,” bebernya.

Sindhu memastikan kasus ini tak berhenti di BM. Pihaknya terus  mengembangkan keterlibatan pihak lain. Untuk itu, dia meminta masyarakat tidak takut memberikan informasi, jika melihat bahkan mengalami tindakan yang berpotensi merugikan keuangan negara.

“Saya harap masyarakat tidak tinggal diam. Baik itu korupsi yang ada di kampung maupun yang lebih tinggi. Pengembangan kasus pasti akan kami lakukan,” tandasnya. (dez)

BERITA POPULER